Penyusunan Klip Video dari Beberapa Take/Angle

Pada kondisi tertentu, Anda mungkin memiliki sejumlah klip syuting berisi adegan yang sama (atau mirip) tapi berbeda sudut pengambilan gambar (angle). Hal ini terjadi misalnya pada :
– suatu momen yang gambar videonya diambil oleh beberapa kamera.
– suatu momen yang sengaja diulang adegannya untuk keperluan pengambilan gambar pada angle-angle yang berbeda, misalnya pada saat syuting suatu video training, tutorial, atau company profile.

Pada kegiatan editing, klip-klip tersebut sebaiknya disusun sedemikian rupa sehingga pada selang waktu tertentu gambar yang dipakai ialah hasil pengambilan gambar yang satu, dan pada selang waktu lain gambar yang dipakai ialah hasil pengambilan gambar pada angle-angle yang lain. Hal ini akan membuat gambar terkesan lebih dinamis, informatif (karena akan memberi informasi yang lebih lengkap dari angle yang pas) dan meningkatkan nilai artistiknya.

Sebaliknya, andaipun Anda memiliki klip-klip yang bagus dari angle-angle yang pas, tidak disarankan untuk merangkai gambar tersebut seutuhnya secara linier yang akan memunculkan gambar pengulangan adegan. Hal ini berpotensi membuat tayangan menjadi membosankan. Ingat bahwa gambar mestinya “mewakili ribuan kata” sebagai cara berkomunikasi atau menyampaikan pesan, sehingga jika pesan tertentu sudah “sampai” dengan kemunculan suatu gambar dalam durasi waktu tertentu, maka informasi berikutnya sudah harus muncul dengan gambar/adegan berikutnya. Dengan kata lain, jika makna suatu gambar/adegan sudah dimengerti oleh pemirsa maka mereka segera menantikan gambar-gambar berikutnya. Keterlambatan dalam hal inilah yang akan menimbulkan kebosanan.

Berikut ini ialah contoh pengerjaan editing video di aplikasi Premiere Pro tentang cara penyusunan klip video dari sejumlah take syuting, menghasilkan rangkaian gambar yang seolah berasal dari hasil syuting sebuah adegan oleh sejumlah kamera pada angle-angle yang berbeda. Obyek syuting ialah sebuah Arm-Robot yang melakukan gerakan menjepit sebuah benda (penghapus karet), mengangkat, melakukan manuver tangan, lalu mengembalikan ke tempat asalnya.

Tahapan Produksi

Tahap Pra Produksi ialah tahap “planning” yang amat penting, dan sebaiknya kita sepakati saja ungkapan bahwa, “Gagal merencanakan sama artinya dengan merencanakan kegagalan.” Tahap Produksi kita sederhanakan sebagai “shooting video” sedangkan Tahap Paska Produksi sebagai “editing video “. Proses tersebut dilakukan secara berturut-turut dan hasil pekerjaan tiap tahapan amat mempengaruhi kelancaran kerja tahapan berikutnya.

Pada tahap Pra-Produksi segala sesuatunya direncanakan dari mulai penulisan skenario hingga jadwal shooting. Penulisan skenario merupakan kegiatan yang amat penting sebagai “bahasa tulisan” yang kelak akan diterjemahkan ke dalam “bahasa visual”. Skenario ini tidak harus rumit seperti naskah film Matrix, misalnya. Naskah yang sederhana pun akan amat membimbing kru produksi menuju konsep produk video yang telah disepakati. Sebagai contoh, produksi video reportase acara pernikahan yang di-skenario-kan dengan rumusan sinopsisnya, “reportase pernikahan yang khidmat, sakral, sederhana, religius” (karena memang demikianlah konsep pernikahan yang diusung mempelai) akan membimbing kameramen serta editor video untuk mengambil gambar-gambar yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan sinopsis tersebut, sedemikian rupa sehingga gambar-gambar yang bernuansa materialisme tidak akan ditonjolkan.

Pada Tahap Produksi pengambilan gambar (shooting video) dilakukan, idealnya hingga tuntas. Kebutuhan shooting video sebelumnya telah dirumuskan pada tahap Pra Produksi, idealnya dalam bentuk storyboard yang mencakup banyak informasi termasuk sudut pengambilan gambar (angle). Pada kebanyakan film komersial, kegiatan shooting merupakan tahapan kegiatan yang berbiaya produksi paling tinggi disebabkan keterlibatan banyak kru, pemain (aktor/aktris) itu sendiri, serta pemakaian alat-alat canggih yang dibayar sebagai sewa harian. Karena itu dapat dengan mudah dipahami bahwa kegiatan Pra Produksi yang baik dapat menuntun jalannya kegiatan produksi agar berjalan dengan efektif dan efisien. Meskipun kegiatan produksi pada film komersial mencakup banyak hal yang kompleks, namun pada artikel lainnya di sini hanya akan dijelaskan isu-isu mendasar seputar kegiatan shooting video yang sering dihadapi oleh para kameramen amatir.

Pada Tahap Paska Produksi semua bahan mentah produksi dikumpulkan untuk diolah. Analoginya, ialah seorang koki yang membawa semua bahan masakan dan bumbu ke dapur, untuk diolah sesuai resep yang telah ada. Dalam hal ini “bahan masakan” ialah hasil shooting video, “bumbu” ialah bahan pendukung lain seperti klip animasi, sound efek, dll, serta “resep” ialah skenario itu sendiri. Dengan demikian mudah dipahami jika kelancaran kegiatan editing video amat ditentukan oleh “skenario yang baik/jelas” serta “kelengkapan hasil shooting video dan elemen penunjang lain”. Jika keadaan ini tercapai, maka proses editing video ini dapat dilakukan sambil dinikmati. Sebaliknya, jika skenario “amburadul” dan stok gambar hasil shooting video tidak menunjang, tentu saja pelaku editing video akan kebingungan dalam bekerja. Bahkan tampaknya memang demikian yang banyak terjadi pada pelaku produksi home video maupun pelaku bisnis UKM, yaitu memulai kegiatan editing video padahal konsepnya masih blank, sedemikian rupa sehingga perlu waktu berjam-jam nongkrong di depan layar komputer untuk mencari inspirasi atau melakukan sejumlah eksperimen. Hal itu menjadikan editing video seperti kegiatan yang amat sulit dikerjakan, padahal harusnya tidak demikian jika perumusan konsep produksi video telah dilakukan bahkan sebelum shooting pertama dilakukan.

Tahap Pra Produksi

Desain Produksi

Pada tahap desain produksi ditentukan tujuan produksi, penentuan target-target, penyusunan kru, skeduling proyek, dan sebagainya. Tidak ada rumusan yang benar-benar baku pada tahap desain produksi ini, dan fleksibel tergantung skala proyek produksi. Pada dasarnya, desain produksi ialah tahap pendefinisian proyek sedemikian rupa dalam segala aspeknya sehingga kelak pada akhir proyek dapat menjadi rujukan, apakah proyek produksi yang telah dijalankan telah memenuhi kaidah-kaidah yang telah ditetapkan.

Contoh perumusan desain produksi, pada proyek produksi profil sebuah instansi, klik disini.

Tujuan Produksi

Misalnya, rencana produksi “profil video perusahaan ABCD” dirumuskan tujuan produksinya untuk memberikan sekilas pandang perusahaan tersebut dimana produk yang kelak dihasilkan akan dibagikan kepada para klien perusahaan serta para prospek klien. Tujuan produksi ini dapat pula dijabarkan secara lebih detil menurut prinsip tujuan komunikasi, dimana di dalam komunikasi setidaknya ada 5 aspek yang harus diperhatikan, yaitu komunikator, komunikan (audiens), materi komunikasi (pesan yang hendak disampaikan), media komunikasi, dan cara penyaluran pesan. Tujuan produksi dapat pula secara spesifik menyebut tujuan-tujuan tertentu, misalnya : tujuan mengikuti festival film Indie, tujuan komersial, tujuan presentasi, dsb. Bahkan untuk sebuah tujuan eksperimental pun, sebaiknya dilakukan perumusan agar perumusan tujuan produksi ini kelak dapat dipakai sebagai rujukan saat menulis jurnal/evaluasi kegiatan.

Pada proyek resmi dari instansi, tujuan produksi ini tercantum suatu Term of Reference (Kerangka Acuan Kerja). Klik disini untuk download contoh.

Penentuan Target-target

Ini masih berkaitan erat dengan perumusan tujuan di atas, tapi dengan memakai indikator yang lebih terukur. Misalnya, target keberhasilan penyampaian pesan, target pencapaian finansial, target pencapaian kualitas gambar, target jumlah audiens, dsb.

Penyusunan Kru

Berbeda dengan produksi film komersial (apalagi film Hollywood) yang dikerjakan oleh banyak kru dengan tugas dan keahlian masing-masing, suatu home video dapat dikerjakan oleh suatu tim kecil dengan tugas serba rangkap. Sejumlah aspek pekerjaan penting ialah produser, penulisan skenario, penyutradaraan, kameramen, pencahayaan, make up & wardrobe, penata artisitik dan editing. Tidak masalah dengan keterbatasan sumberdaya manusia yang dapat terkumpul di dalam kru produksi, yang lebih penting ialah adanya kejelasan soal pembagian tugas dan deskripsi job masing-masing. Misalnya dapat berbentuk tim kecil beranggotakan 3 orang, dimana seorang berperan rangkap sebagai produser/penulis skenario/penyutradaraan, seorang sebagai kameramen/editor, dan seorang sebagai lighting man/penata artistik.  Penjelasan lebih lengkap tentang susunan kru yang lebih ideal, klik disini.

Skeduling Proyek

Skeduling proyek memegan peranan yang amat penting dalam pencapaian efektivitas dan efisiensi produksi, terutama kegiatan produksi (shooting video) dimana terlibat banyak sumberdaya manusia, pemain dan peralatan shooting video yang digunakan. Idealnya, suatu pengambilan gambar telah direncanakan dan dijadwalkan pada tenggang waktu yang cukup sebelumnya sehingga semua pihak yang terlibat dalam shooting video tersebut dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk menunaikan peran/tugasnya masing-masing, yang melibatkan kesiapan mental, fikiran dan peralatan. Skeduling proyek juga amat berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam produksi video untuk mengukur sejauh mana kemajuan suatu proyek pada saat-saat tertentu, agar dapat melakukan evaluasi proyek berjalan. Contoh skeduling proyek, klik disini.

Pembuatan Skenario

Pembuatan skenario, meskipun lazimnya dilakukan dalam proses produksi film komersial, namun dapat diadaptasi untuk proses pembuatan produk audio-visual lainnya dengan penyesuaian seperlunya. Hal ini dimungkinkan karena film dibuat untuk menyampaikan pesan komunikasi secara visual, sebagaimana di sini kita akan membuat sejumlah produk video juga sebagai media untuk menyampaikan pesan komunikasi. Prinsip-prinsip umum di bawah ini kelak akan dibahas lagi secara singkat cara penerapannya dalam konteks produksi masing-masing produk video di bagian ragam produksi.
Empat aspek dalam penulisan skenario :

1. Konsep cerita, dirumuskan dalam sebuah kalimat tunggal yang menjelaskan tokoh utama dalam film dan apa yang ingin diperbuat atau diperjuangkannya.

2. Karakterisasi (perwatakan), yaitu tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita. Setiap tokoh dijelaskan karakter dasarnya dengan penekanan penjelasan pada tokoh-tokoh utama. Perbedaan karakter ini akan memainkan peranan penting yang melatarbelakangi bagaimana setiap tokoh bersikap dan bertindak tentang suatu isu/masalah. Seperti kita ketahui, sekelompok manusia dapat bersikap dan melakukan tindakan yang sama meski masing-masing memiliki pikiran/motivasi yang berbeda. Sebaliknya, sekelompok manusia dapat bersikap dan melakukan tindakan yang berbeda meski memiliki kesamaan pikiran/motivasi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kombinasi karakter dan isu yang unik dapat melahirkan cerita yang menarik.

3. Alur cerita; rangkaian kejadian dan hubungannya dengan karakter. Bagaimana kejadian demi kejadian dirangkai menjadi suatu cerita akan amat menentukan keberhasilan terjalinnya cerita yang menarik. Contoh : sebuah film yang diawali adegan pembunuhan sadis oleh seseorang terhadap korbannya yang “tak bersalah” akan menimbulkan rasa penasaran pemirsa, ketimbang jika lebih dulu ditampilkan gambar kejadian yang menyajikan fakta bahwa pada masa kecilnya si pembunuh tersebut seringkali mendapat penyiksaan dari orangtuanya sehingga ia menderita kelainan jiwa. Untuk memancing proses kreatif dalam menyusun alur cerita, dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan berikut : “bagaimana jika hal buruk ini terjadi, yaitu hal yang merintangi usaha tokoh utama mencapai tujuannya? bagaimana pula jika terjadi hal lain lagi?” Kejadian demi kejadian ini juga harus dapat membangun emosi pemirsa, misalnya karena secara bergantian adegan-adegan kejadiannya mengandung ketegangan, tawa dan airmata.

4. Perancangan adegan per adegan; rangkaian rencana pengambilan gambar yang meliputi dialog, akting, set properti, setting lokasi, dsb. Dapat dengan mudah dibayangkan tentang suatu cerita yang memiliki konsep cerita, karakterisasi dan alur cerita yang menarik, tapi lantas berakhir menjadi film yang buruk karena kelemahan dialog, akting, setting lokasi dan properti?

Penulis skenario yang berpengalaman pun belum tentu dapat menulis skenario “sekali jadi”. Yang lazim terjadi ialah dibuatnya “draft skenario” untuk kemudian dipelajari lagi demi mendapatkan ide-ide pelengkap untuk finishing pembuatan skenario tersebut. Bahkan bagi skenario yang sudah jadi pun, terjadinya revisi skenario merupakan hal yang lumrah terjadi. Sejumlah pertanyaan berikut ini harus dipertimbangkan saat menulis skenario, baik tahap awal maupun tahap lanjutan :

  1. Siapakah yang punya cerita ini? Tokoh utama dengan isu pokoknya harus jelas, jangan sampai tokoh pendukung memiliki karakterisasi lebih kuat dengan isu yang lebih menarik.
  2. Dari sudut pandang cerita siapa film akan dibuat, apakah dari tokoh utama, atau pihak ke-2 (orang yang diajak berdialog langsung oleh tokoh utama), atau dari pihak ke-3 yang mengamati tokoh utama dari luar.
  3. Di mana bagusnya adegan akan berawal, dimana pula akan berakhir?
  4. Apa poin-poin dari tiap adegan yang dirancang, akan mengarah ke mana?
  5. Apa informasi terpenting yang diperlukan pemirsa dari suatu adegan tertentu?
  6. Apakah adegan tertentu benar-benar berkaitan dengan cerita, dan menggerakkan cerita menuju akhir? Jika tidak, adegan ini berpotensi “melambatkan cerita” dan menimbulkan kebosanan kepada pemirsa.
  7. Selalu mengingat bahwa adegan ialah bahasa gambar. Idealnya, gambar murni yang tanpa dialog sudah bisa menyampaikan pesan komunikasi yang hendak disampaikan.
  8. Selalu mengingat untuk “mengolah gambar”, “merancang konflik”, dan “membaur emosi”
  9. Bagaimana membuat keterkaitan yang menarik antar satu adegan dengan adegan lainnya?
  10. Apakah terjadi perulangan adegan? Adegan yang benar-benar sama tentu saja hampir mustahil terjadi. Yang dimaksudkan disini ialah terjadinya sejumlah adegan yang sebenarnya mengandung pesan komunikasi yang mirip/sama. Saat pemirsa melihat suatu adegan lalu berhasil menangkap pesannya, lalu kepadanya disuguhkan adegan lain yang baginya punya pesan yang sama dengan adegan sebelumnya. Tentu saja ia akan menjadi bosan.
  11. Apakah adegan datar (minim konflik, minim emosi, minim informasi)? Jika ya, bagaimana caranya agar timbul suatu yang dramatis atau luarbiasa terjadi, bahkan dari “hal-hal yang sepele atau biasa?”
  12. Apakah pemirsa akan tertarik dengan semua rangkaian gambar ini?

Sumber Potensi Kreatif bagi Penulisan Skenario

Salahsatu wujud kreativitas ialah kemampuan memilih antara mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dirangkai dalam suatu cerita.

  1. Penggalian fakta terhadap setting cerita dan karakter yang akan di-skenariokan. Misalnya, penulisan skenario film “Slumdong Millionaire” tentu mustahil dilakukan jika tidak melakukan riset terhadap bentuk kehidupan miskin di India.
  2. Penggalian pemahaman dan pengetahuan yang telah ada. Penulis skenario sebelumnya telah memiliki nilai-nilai dan pemahaman tertentu atas isu tertentu hasil dari kehidupannya selama ini. Hal ini dapat digali untuk mendapatkan hal-hal menarik (mungkin ironi) dibandingkan dengan fakta yang telah digali.
  3. Penggalian imajinasi. Bagaimana suatu masalah dapat timbul dan terselesaikan dari benturan nilai-nilai dan kepentingan yang sudah ada atau potensial terjadi.

Format Skenario

Perancangan skenario sendiri lebih berupa “aspek mental yang abstrak” dari seorang penulis skenario yang dapat dituangkan ke dalam berbagai bentuk (tulisan) sesuai keperluannya. Pada produksi sebuah film, skenario dituangkan dalam format standar tertentu yang dimaksudkan agar kru produksi yang terlibat mengetahui perannya masing-masing saat pengambilan gambar. Namun untuk sebuah produk skala kecil dengan tim kecil, skenario dapat diadaptasi menjadi rumusan bersama yang sederhana, asal dapat dimengerti dan menjadi acuan kerja kru produksi (misalnya kameramen, sutradara, lighting man). Contoh skenario sederhana pada workshop film pendek “Suster Mengaku Hantu”, klik disini.

Storyboard

Storyboard ialah rangkaian gambar ilustrasi yang berusaha menjelaskan bahasa tulisan skenario ke dalam bahasa visual. Adegan demi adegan cerita yang sebelumnya telah dirumuskan dalam skenario diterjemahkan menjadi gambar oleh sutradara dengan bantuan kameramen dan storyboard artist, sedemikian rupa sehingga dalam potongan-potongan gambar ilustrasi yang dihasilkan terhimpun informasi tentang para pelaku adegan, adegan yang dilakukan, lokasi dan properti, sudut pengambilan gambar, dan sebagainya.  Pada kenyataan dalam praktek, keberadaan storyboard merupakan “barang mewah”, yaitu meskipun memang dirasakan manfaat besarnya, namun kesulitan pengerjaannya membuat suatu tim produksi sering mengabaikannya dengan melewati proses ini, dan menyerahkan pelaksanaan shooting video kepada kemampuan langsung di lapangan. Salahsatu kendala yang sering dihadapi ialah tidak tersedianya tenaga ilustrator gambar.
Contoh storyboard film pendek “Suster Mengaku Hantu“, klik disini.

Layout

Layout ialah bentuk lanjutan dan terakhir dari kegiatan pra produksi. Di sini, gambar-gambar storyboard dirangkai dalam suatu kegiatan editing video, sesuai skenario (di-scan sebelumnya), bagaikan hasil shooting video yang sudah selesai diambil. Elemen-elemen lain ditambahkan seperlunya sekedar untuk mencari gambaran awal dari “produk yang telah selesai”, misalnya dubbing narasi dan musik ilustrasi.  Hasil akhir layout ini dapat berupa file video yang dapat disaksikan bersama oleh kru produksi dan klien, jika ada. Layout ini amat bermanfaat, antara lain :

  • Kru produksi (maupun klien) mendapat gambaran yang lebih jelas tentang produk yang akan dihasilkan. Banyak  orang yang daya imajinasinya tak cukup tinggi untuk bisa membayangkan hasil akhir sebuah produk dari sebuah skenario, yang mengerti tentang rencana produksi dengan adanya layout ini.
  • “Pace” dari video dapat terasa. Idealnya, video menyampaikan pesan/informasi yang berkembang setiap saat dengan kecepatan yang tepat. Video yang “terlalu cepat” akan membingungkan pemirsa, sedangkan yang terlalu lambat akan membuat pemirsa bosan dan bahkan tertidur. Jika disadari pace yang kurang sesuai, akan menjadi catatan dalam kegiatan editing video kelak, untuk memanjangkan atau menyingkat adegan-adegan tertentu dalam rangka perbaikan pace ini.
  • Peran ilustrasi musik terhadap pembentukan mood video dapat terasa, dan editor dapat ber-eksperimen dengan backsong yang akan digunakan kelak.
  • Secara teknis, pembuatan layout ini juga amat membantu editor kelak saat berkegiatan editing video. Karena potongan gambar ilustrasi tersebut sudah diatur tempat dan durasinya sedemikian rupa sehingga kelak hanya tinggal diganti dengan hasil shooting video.
  • Secara mental, kru produksi akan merasa bahwa “video sudah hampir selesai”, dan tinggal mengisi potongan-potongan gambar ilustrasi tersebut dengan hasil shooting video.

Shooting Video

Dalam menjalankan proyek produksi video, khususnya kegiatan pengambilan gambar atau shooting video, sejumlah hal berikut ini harus dipersiapkan dengan baik : a) desain produksi termasuk skenario, yang bisa menjadi panduan yang baik tentang apa-apa yang harus dikerjakan selama shooting; b) kesiapan kru dalam menjalankan perannya masing-masing; c) kesiapan perlengkapan yang juga merupakan tanggung jawab masing-masing kru.

Berikut ini gambaran sejumlah fungsi produksi (shooting video) suatu proyek home video yang dilakukan oleh suatu tim kecil terdiri dari 3-5 orang, serta kompetensi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut.

Fungsi Sutradara

Seorang sutradara berusaha menerjemahkan bahasa tulisan pada skenario menjadi bahasa visual video. Dalam upayanya itu, tergantung jenis produksi video yang dikerjakannya, ia bisa berurusan dengan aktor/aktris (atau “talent” yang mengisi peran pendukung), kameramen, penata artistik dan kru lainnya. Sutradara inilah yang mengatur akting artis/talent termasuk dialognya. Untuk mendapatkan pemeran yang tepat untuk peran tertentu, sebelumnya dapat dilakukan suatu uji peran yang disebut dengan “casting” terhadap sejumlah orang yang dinominasikan untuk peran itu. Bahkan dalam suatu produk non-cerita pun, misalnya dalam produk video profil perusahaan atau liputan video pernikahan, diperlukan sedikit banyak rekayasa adegan untuk menciptakan bahasa gambar yang lebih kuat, dan dalam hal inilah peran sutradara amat diperlukan. Misalnya, aktivitas di ruang kerja kantor diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan suasana kerja yang sibuk dan dinamis, meskipun sebenarnya dalam kesehariannya kesibukan yang seperti itu tidak pernah terjadi.

Fungsi Kameramen

Kameramen membantu sutradara dalam upaya penerjemahan dari bahasa tulisan ke bahasa visual. Sudut pengambilan gambar amat menentukan keberhasilan penyampaian pesan. Sebagai suatu kontras dapat disebutkan bahwa sudut pengambilan gambar yang tinggi (high angle) terhadap obyek dapat menimbulkan kesan ketidakberdayaan obyek, dan sebaliknya low angle dapat membantu menimbulkan kesan perkasa pada obyek yang diambil. Demikian pula pergerakan kamera dapat membantu menciptakan kesan-kesan tertentu sesuai tuntutan cerita.

Fungsi Pencahayaan

Jika fotografi sering disebut dengan “melukis dengan cahaya”, kira-kira demikian pula halnya dengan video, yaitu bagaimana pentingnya memahami karakteristik pencahayaan pada proses shooting video. Gambar yang jelas/tajam dapat diperoleh pada intensitas cahaya tertentu. Sedangkan kelebihan cahaya (over exposure) menyebabkan detil warna tidak diperoleh dan gambar menjadi dominan putih, sedangkan pada kasus kekurangan cahaya (under exposure), detil warna obyek tidak diperoleh dan gambar menjadi dominan hitam.

Peralatan video memang berbeda dengan peralatan produksi film. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa lensa kamera video memiliki kepekaan cahaya yang lebih rendah daripada kamera film sehingga ia memiliki keterbatasan dalam menangkap rentang cahaya. Karena itulah, lokasi shooting video akan amat menentukan kualitas gambar video yang dihasilkan, dimana pada indoor shooting dengan peralatan lighting yang memadai, sumber-sumber cahaya lebih mudah dikendalikan untuk pencapaian gambar yang ingin dihasilkan. Sementara outdoor shooting harus diatur sedemikian rupa agar kontras warna dapat diminimalkan (yang akan mengurangi ketajaman gambar yang akan dihasilkan).

Fungsi pencahayaan ini dapat diperankan oleh seorang lighting man khusus (terutama jika indoor shooting menggunakan sumber cahaya buatan) atau sekedar bahan perhatian kameramen saat operasional kameranya.

Fungsi Artistik

Seorang penata artistik bertanggung jawab menyiapkan setting lokasi shooting termasuk semua properti yang merupakan bagian dari skenario. Misalnya, dalam skenario terdapat adegan kesibukan kerja di kantor maka penata artistik harus menyiapkan setting lokasi dan semua barang yang diperlukan agar adegan tersebut “hidup” sesuai dengan kenyatannya. Pada konteks home video yang berbeda dengan produksi film komersial, tugas penata artistik tetap penting. Meskipun mungkin tidak perlu dibuat suatu rekayasa khusus untuk setting lokasi dan adegan, namun ia harus mengoptimalkan kondisi lokasi dan properti yang sudah ada untuk membantu fungsi sutradara dan kameramen agar dapat dihasilkan gambar yang baik. Dalam pengambilan suatu gambar produk video amatir misalnya, sering ditemukan kemunculan benda-benda yang mengganggu penglihatan, yang sering luput dari perhatian kameramen. Peran seorang penata artistik lah yang harus membantu mengurangi kemungkinan terjadinya hal seperti ini.

Pada tahap Pra Produksi, penata artistik memulai pekerjaannya dengan mempelajari skenario dengan teliti, lalu membuat list berisi detil kebutuhan set dan properti, lalu membuat bujet untuk penyediaan properti tersebut. Imajinasi dan kreativitas amat diperlukan pada tahap ini untuk mengupayakan agar properti dapat tersedia secara mudah, murah dan cepat, tanpa mengorbankan kualitas properti yang berpotensi merusak cerita. Sedangkan pada tahap Produksi, penata artistik terus mengikuti kegiatan shooting untuk menyiapkan semua kebutuhan bagi adegan demi adegan yang akan di-shooting. Kecepatan dan keterampilan dalam membongkar pasang properti akan merupakan salahsatu penentu berlangsungnya kegiatan shooting yang efektif dan efisien.

Fungsi Make-up & Wardrobe

Fungsi ini diperlukan untuk menyiapkan orang-orang yang akan tampil sebagai obyek shooting dalam hal busana/pakaian/kostum dan make-up. Dalam hal pakaian, beberapa faktor yang harus menjadi perhatiannya : kerapihan, kebersihan, kecocokan, dan warna. Tiga aspek yang disebutkan awal tadi mungkin mudah untuk dipahami, yaitu bahwa pemain/talent yang tampil harus berpakaian dengan layak sesuai dengan perannya. Adapun mengenai warna ialah, berhubung kamera video memiliki kepekaan lensa yang terbatas, maka sedapat mungkin harus dihindari pemakaian warna pakaian yang memiliki kontras tinggi dengan warna kulit/wajah. Yang sering terjadi ialah, bahwa kebanyakan orang Indonesia berwarna kulit gelap (sawo matang) namun karena udara yang cukup panas sering memakai pakaian/kaos berwarna cerah seperti putih, kuning. Kombinasi warna kulit dan pakaian dengan warna tersebut tidak cocok untuk keperluan shooting karena kontras warna tersebut menyebabkan detil obyek sulit tertangkap oleh kamera. Jadi disarankan untuk memilihkan pakaian yang warnanya dekat dengan warna kulit pemain/talent.

Adapun soal make-up, pekerjaan minimal yang dapat dilakukan namun dapat memberi efek signifikan ialah soal kerapihan potongan rambut, pembersihan wajah dan pembedakan. Wajah pemain/talent yang berminyak akan memantulkan cahaya dan akan menjadi gambar yang buruk. Amat baik jika untuk keperluan home video pun tersedia fungsi make-up ini yang melakukan kegiatan pembersihan wajah dan pembedakan agar wajah para pemain/talent dapat tertangkap dengan baik oleh kamera video saat shooting.

Fungsi Asistensi

Kegiatan pengambilan gambar sebenarnya melingkupi sejumlah banyak tugas yang kompleks. Sebagai perbandingan dapat kita lihat bahwa setelah berakhir suatu tayangan film komersial, film Hollywood misalnya, maka muncullah sekian ratus orang yang terlibat dalam proses produksi film tersebut. Pada produksi home video, meskipun hanya sedikit sumberdaya manusia yang bisa dilibatkan, sebaiknya fungsi-fungsi tertentu yang telah dijelaskan di atas tetap coba dijalankan meski dengan keterbatasan masing-masing. Untuk itu dapat diperbantukan seorang asisten yang melakukan segenap tugas rangkap untuk membantu tugas-tugas yang dijalankan oleh kru inti. Tugas asistensi ini bisa amat fleksibel, tergantung kondisi di lapangan.

Tips untuk Kameramen

1. Gambar goyang

Gambar yang goyang umumnya tidak dikehendaki dan bisa memusingkan pemirsa. Gambar semacam ini dihasilkan dari shooting video dengan pegangan tangan pada kamera (grip) yang salah dan belum bagusnya pengaturan nafas.  Solusi 1 : gunakan triphod yang kokoh saat shooting video. Pelajari cara penyetelan triphod – termasuk rodanya jika perlu – agar Anda tetap bisa bergerak dinamis mengikuti keperluan pengambilan gambar; 2) jika Anda memegang kamera dengan tangan maka ikuti tips berikut ini : a) sandarkan tubuh pada sesuatu yang kokoh, rapatkan pegangan kamera ke tubuh lalu atur nafas dengan baik; b) lebih baik lagi jika menyandarkan kamera pada sesuatu yang kokoh misalnya meja;

2. Terlalu banyak zoom

Gambar zoom tidak baik karena detil obyek sulit tertangkap, fokus menjadi sulit disesuaikan (entah manual atau auto fokus) dan gambar menjadi mudah goyang. Padahal sebailknya, gambar close-up yang diambil dari dekat akan memiliki daya tarik yang kuat pada shooting video yang dihasilkan. Kebanyakan kameramen amatir menggunakan fasilitas zoom karena alasan berikut : a) senang memainkan fitur unik ini; b) ketinggalan obyek, yaitu obyek shooting yang dianggap penting berada jauh dari posisi kameramen c) malu atau malas mendekati obyek, misalnya ada wanita cantik peserta acara yang bagus untuk di-shooting namun kameramen merasa malu untuk mengambil shooting dari dekat untuk mengambil gambar close-up; d) berdalih mengambil “candid camera”.  Solusi 1) : pikirkan matang-matang obyek yang hendak di-shooting (sekali lagi, idealnya telah dirumuskan dalam suatu skenario); 2) dalam peliputan suatu acara, mintalah lebih dulu jadwal acara lantas dipelajari, sambil terus berkonsultasi dengan panitia acara; 3) harus melatih kepercayaan diri untuk biasa tampil hilir mudik di muka umum, demi mendapatkan angle yang baik; 4) untuk kebanyakan kasus, dapat dipikirkan alternatif yang lebih baik daripada mendapatkan gambar “candid camera” yang buruk karena diambil dengan zoom.

3. Terlalu banyak pan

Pan ialah pergerakan kamera horisontal ke kiri atau ke kanan yang dilakukan seorang kameramen ketika hendak mengambil gambar keadaan sekeliling. Berbeda dengan pan lembut yang dapat menambah dinamis gambar, pan yang cepat akan memusingkan pemirsa, pula gambar yang dihasilkan kurang tajam (karena kamera bingung dengan penyesuaian fokus). Kebanyakan kameramen amatir sering menggunakan pan yang berlebihan karena : a) “ingin menyampaikan selengkap mungkin informasi” melalui gambarnya, tanpa didahului perencanaan pengambilan gambar; b) ia justru bingung, gambar apa yang hendak diambil dengan kamera videonya. Solusi 1) biasakan menulis rencana shooting sambil memaknai apa yang hendak disampaikan dengan obyek/kegiatan yang akan di-shooting tersebut; 2) sesuai dengan rencana shooting, persiapkan diri dengan baik untuk bertugas di tempat shooting, jika mungkin pelajari lebih dulu angle-angle yang baik dan mungkin untuk di-ambil.

4. Gambar tidak fokus (blur)

Kameramen amatir diasumsikan menggunakan kamera dengan setting auto fokus, namun seringkali ada saat-saat hasil shooting video gagal untuk fokus. Ini sering disebabkan pergerakan kamera (pan) yang terlalu cepat , padahal fitur auto fokus kamera kadang membutuhkan waktu sepersekian detik untuk mengenali fokus obyek. Sebab lainnya yaitu jarak pengambilan gambar yang jauh (long shot) sehingga banyak obyek yang ada di frame yang berada pada jarak yang berbeda-beda sehingga kamera kesulitan menentukan fokus. Solusi 1) kurangi pan; 2) biasakan untuk mendekati obyek sebelum mengambil gambarnya, sehingga bisa mendapatkan gambar close-up atau setidaknya medium-shot, yang dapat menghasilkan detil obyek yang lebih baik.

5. Salah pencahayaan

Kemampuan seorang kameramen menggunakan cahaya – baik alam maupun buatan – akan merupakan penentu keunggulannya. Kameramen amatir (dengan asumsi menggunakan kamera video auto) biasanya sering salah pada : a) backlight, yaitu pengambilan gambar pada angle yang melawan sumber cahaya; b)  kontras terlalu tinggi, misalnya di ruang terbuka mengambil gambar orang yang berkulit gelap dengan background langit putih. Solusi 1) jika backlight tak terhindarkan (tak ada pilihan angle yang lain) maka jangan lupa untuk meng-aktifkan fitur backlight pada kamera video; 2) pengambilan angle yang dekat (medium-shoot, close-up bahkan extreme close-up) dapat mengurangi kontras warna yang tertangkan oleh lensa kamera video.

6. Framing

Kebanyakan kameramen amatir selalu menempatkan obyeknya di tengah frame kamera. Padahal idealnya, framing ini mengikuti “Kaidah Sepertiga” (Rules of Third) sebagaimana yang juga dikenal dalam dunia fotografi. Kaidah ini menyebutkan bahwa jika layar kamera dibagi tiga (baik secara vertikal maupun horisontal), maka obyek harus berada di garis-garis pertemuannya (jadi bukan di tengah, tapi menyamping). Jika demikian maka ada ruang obyek dan ruang kosong. Ruang kosong ini bisa diisi dengan background penunjang yang menarik. Untuk framing adegan wawancara atau pun monolog dimana pada layar tampil seorang yang berbicara di depan kamera serong ke samping, maka arah serong-nya ialah menghadap ke bidang kosong tersebut.

7. Sudut pengambilan gambar (angle)

Kebanyakan kameramen amatir juga sering mengambil gambar terlalu jauh, yaitu Medium Shot (MS) atau bahkan Long Shot (LS), padahal pada angle kamera ini detil obyek tidak tertangkap jelas. Pada sejumlah produk home video seperti wedding video, video liputan acara, video ulangtahun, dan lain-lain, potensi daya tarik terbesar ialah emosi/ekspresi manusia yang terpancar dari wajah-wajah para pelaku peristiwa. Karena itu disarankan untuk banyak melakukan eksperimen soal angle kamera, terutama memberanikan diri untuk mengambil angle Close Up (CU) dan Extreme Close Up (ECU).

Tips Pencahayaan

Kontras Warna (gelap-terang)

Secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas kamera video tergantung dari kepekaan lensanya terhadap cahaya. Lensa disebut peka jika ia dapat menangkap gradasi warna (gelap-terang) yang lebar. Makin tidak peka lensa, makin sulit ia menangkap gradasi warna. Oleh lensa yang kurang peka, titik warna yang “mendekati hitam” akan ditangkap sebagai titik hitam, dan titik warna yang “mendekati putih” akan ditangkap sebagai titik putih. Demikianlah kita mengenal gambar sebagai “tajam” atau “kurang tajam” berdasarkan kekayaan informasi warna dan gelap terang yang berhasil disajikan.

Karena itu, agar dapat menangkap gambar obyek secara detil, usahakan pada layar kamera video agar gambar yang tertangkap memiliki kontras warna yang rendah. Berikut ini ialah contoh buruk : mengambil obyek manusia berkulit gelap, dengan latar belakang langit putih. Kamera video auto akan mengambil “cahaya rata-rata” sedemikian rupa sehingga sebagai hasilnya gambar obyek akan gelap. Sedangkan pada kamera yang cahayanya dapat disetting manual, jika bukaan cahaya (diafragma) diperbesar agar dapat menangkap detil warna pada tubuh manusia, maka pada bagian langit warnanya akan “meledak” yaitu putih amat terang.

Cahaya “Lembut” dan “Keras”

Cahaya yang lembut (soft) akan menghasilkan gambar yang lebih bagus dibandingkan dengan cahaya yang keras. Karena itu untuk keperluan shooting outdoor, terdapat waktu shooting yang ideal yaitu pagi atau sore hari dimana intensitas cahaya matahari tidak terlalu terang. Jika cahaya ini terlalu terang, sebaiknya dipakai semacam kain filter untuk menyaring cahaya yang menuju obyek shooting agar dihasilkan cahaya yang lebih soft.

Pada penggunaan lambu buatan untuk indoor shooting, filter ini bisa dipakaikan pada sumber cahaya (lampu) sehingga cahaya akan berpendar dengan soft. Cara lainnya, cahaya dihadapkan ke atap atau tembok sehingga obyek shooting hanya akan menerima pantulan cahayanya yang lebih lembut.

Reflektor

Reflektor dapat digunakan untuk memantulkan cahaya keras menjadi lebih lembut. Reflektor juga dipakai sebagai sumber cahaya lain selain sumber cahaya utama sehingga obyek shooting akan terkena cahaya secara lebih merata pada keseluruhan bagiannya. Pada prinsipnya reflektor dapat dibuat dari bahan apa saja yang berwarna putih/terang sehingga dapat secara optimal memantulkan cahaya yang diterimanya. Biasanya untuk dapat membuat reflektor dengan murah, bahan alumunium foil direkatkan pada sebidang busa (stereoform) untuk menjadi reflektor yang ringan dibawa.

Arah Cahaya

Untuk kebanyakan kasus dimana diharapkan obyek shooting terekam gambarnya secara detil, arah cahaya harus berasal dari depan obyek, atau searah dengan arah kamera video. Cahaya yang berasal dari belakang obyek disebut “backlight” dan akan menghasilkan gambar siluet yaitu obyek yang gelap (catatan : ini dapat saja dipakai untuk keperluan khusus yaitu misalnya jika identitas obyek memang sengaja dikaburkan). Pengaktifan fitur backlight pada kamera video memang sedikit membantu tapi itu sebaiknya dilakukan jika sudah tidak ada pilihan angle yang lebih baik lagi.

Pencahayaan Tiga Titik (Three Point Lighting)

Teknik pencahayaan dasar disebut dengan Three Point Lighting yang seperti tergambar dari namanya, menggunakan 3 sumber cahaya (yang kesemuanya sebaiknya berupa cahaya buatan). Dalam teknik ini terdapat 3 buah sumber cahaya dengan intensitas dan sudut masing-masing terhadap obyek shooting, yaitu key light, fill light, dan rim light.

Contoh : sebuah adegan shooting wawancara, dimana seorang menghadap ke kamera video. Key light dipasang di depan orang dan menghadap ke orang yang diwawancara tersebut, dengan ketinggian sedikit di atasnya, dengan membentuk sudut sekitar 45 derajat terhadap kamera (segitiga yang dibentuk oleh key light, orang, dan kamera membentuk sudut 45 derajat).  Key light ini merupakan sumber penerangan utama bagi obyek, tapi hanya dengan key light ini saja, akan timbul bayangan yang mengganggu di belakang obyek. Karena itu diperlukan sumber cahaya yang kedua, yang disebut dengan fill light yang ditempatkan berlawanan dengan key light, dengan intensitas cahaya yang lebih rendah. Lampu ketiga yaitu rim light berfungsi memperjelas pemisahan obyek dengan backgroundnya (dengan menghasilkan semacam outline pada obyek), juga ditempatkan di belakang orang dengan sudut yang berbeda, dengan intensitas yang lebih rendah pula.

Variasi sudut dan ketinggian sumber cahaya serta intensitas cahaya dapat menghasilkan hasil gambar yang berlainan. Suatu eksperimen lighting pada lokasi shooting tertentu idealnya dilakukan sebelum jadwal shooting untuk mendapat setting pencahayaan demi mendapatkan hasil gambar yang maksimal. Kombinasi penggunaan sumber cahaya alami (sinar matahari) dan buatan juga dapat dilakukan dengan terlebih dulu harus dilakukan eksperimen dan penyesuaian secukupnya, termasuk setting kamera yang berbeda-beda tergantung jenisnya.

Tahap Paska Produksi

Setelah shooting video dilaksanakan, tahapan berikutnya ialah Paska Produksi yang komponen pekerjaan utamanya ialah editing video. Berikut ini sejumlah fungsi dalam tahapan ini :

Fungsi Editing Video

Fungsi editing video mencakup capture video, editing, dan outputting. Pada capture video, hasil video shooting yang masih dalam bentuk tape ditransfer ke dalam bentuk file komputer melalui proses video capture. Meskipun mungkin diketahui bahwa banyak hasil shooting yang tidak sesuai dengan tuntutan skenario (misalnya karena adegan gagal, atau tes shooting),  adalah kelaziman untuk meng-capture dulu semua hasil rekaman ke komputer untuk di-edit kemudian. Di proses editing video inilah dilakukan pemotongan, pemilihan dan penyusunan ulang gambar, agar sesuai dengan tuntutan skenario. Setelah dilengkapi dengan pekerjaan sound, animasi, visual efek dsb dan dianggap selesai, proses editing pun diakhiri dengan outputting, yaitu ekspor ke format file tertentu yang diinginkan untuk proses selanjutnya.

Fungsi Sound

Fungsi sound dapat dirangkap oleh seorang editor video, namun idealnya dilakukan secara tersendiri oleh seorang yang berkompeten di bidang ini. Fungsi sound meliputi sejumlah keperluan berikut ini : pembuatan musik ilustrasi, pembuatan sound efek, dan sound recording (untuk keperluan dubbing narasi).

Fungsi Image Editing

Untuk keperluan editing video, sering diperlukan elemen grafis penunjang misalnya untuk keperluan ilustrasi dan pembuatan titel. Pekerjaan image editing amat mungkin dirangkap oleh seorang editor video atau dapat pula dilakukan olah ahlinya, dimana editor hanya menerima input gambar tersebut untuk kemudian diolah dalam proyek editing videonya.

Fungsi Animasi & Visual Efek

Proyek editing video juga dapat melibatkan pekerjaan animasi dan visual efek. Bagian video yang berupa animasi/visual efek merupakan klip video berdurasi tertentu yang ditambahkan pada proyek video editing setelah sebelumnya dipersiapkan/dibuat secara khusus dalam proyek animasi/visual efek. Pekerjaan pembuatan animasi/visual efek ini bisa dikerjakan secara simultan bersamaan dengan proses editing, oleh orang yang berbeda. Sedangkan animasi/visual efek sederhana seringkali dapat dikerjakan oleh seorang editor video dengan menggunakan software editing videonya tersebut.

Fungsi Distribusi

Produk video yang telah dibuat mungkin selanjutnya akan didistribusikan kepada pemirsa yang merupakan target komunikasi dari produk video tersebut. Setelah proses editing video menghasilkan format file tertentu, file ini kemudian dapat diproses lanjut dalam usaha pembuatan vcd/dvd agar kelak dapat digandakan dan didistribusikan secara massal.

Susunan Kru Produksi

Ketika sebuah film Hollywood usai, maka antri lah ratusan nama yang terlibat dalam produksi film tersebut mulai dari pemeran, produser, sutradara, kameramen, penulis naskah, editor film, penata artistik, penata kostum, make up artist, penata musik, penata cahaya, visual efek artist, stunt man, dst. Pada produksi home video, semua urusan tersebut juga idealnya diperhatikan meski dengan segala keterbatasannya. Sebuah studio syuting yang biasa mengerjakan liputan acara (wedding misalnya), biasanya minimal terdiri dari 2 unsur kerja, yaitu kameramen dan editor. Kedua person inilah yang dalam pekerjaannya masing-masing, mengambil banyak peran yang pada commercial film making dikerjakan oleh orang-orang khusus di bidang kompetensinya masing-masing. Sedangkan untuk keperluan dokumentasi kantor atau rumahan, mungkin pula kameramen dan editor itu dirangkap pula oleh satu orang, menjadikannya single fighter. Ini wajar saja terjadi, namun yang tetap harus diingat ialah, bahwa sejumlah unsur pekerjaan yang telah disebutkan di atas sebenarnya saling terkait dan saling menunjang dalam terciptanya proses produksi yang efektif, efisien, dalam rangka menghasilkan karya yang baik. Dengan kata lain, meskipun tak ada tenaga kerja khusus yang dialokasikan untuk peran kerja tertentu, sedapat mungkin hal-hal tersebut dipersiapkan sesuai dengan kemampuan yang ada.

Susunan Kru

Producer
Orang yang memproduksi film, yaitu yang merumuskan suatu proyek film, menyusun dan memimpin tim produksi agar proyek tersebut mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan.

Product Designer (Desainer produksi)
Tergantung kesepakatan job, dapat bertugas merancang sejumlah aspek produksi film hingga detil, misalnya hingga ke aspek marketing.

Scriptwriter (penulis naskah/skenario)
Film dibuat berdasarkan suatu naskah/skenario yang memiliki format tertentu sedemikian rupa yang dimengerti oleh kru produksi film. Skenario ini dapat berasal dari
cerita novel, naskah adaptasi, maupun cerita asli. Penulis naskah lah yang melakukan pekerjaan ini.

Director (Sutradara)
Orang yang menerjemahkan bahasa tulisan dari sebuah skenario ke dalam bahasa visual hasil syuting maupun elemen visual lain. Termasuk mengarahkan adegan dan
dialog para pelaku, serta mengkoordinasikan kru yang berkaitan dengan tugas utamanya tersebut.

Director of Photografy (Penata Kamera)
Orang yang membantu sutradara dalam penerjemahan “bahasa tulisan ke visual” melalui pemilihan angle dan gerakan kamera, serta pencahayaan. Dalam proyek kecil, penata kamera ini dirangkap oleh seorang kameramen yang juga mengatur peran petugas pencahayaan (lighting man).

Art Director (Penata Artistik)
Menyediakan segala properti, tempat dan lingkungan pengambilan gambar untuk tiap-tiap adegan, menyesuaikan diri dengan setting adegan yang disebutkan dalam skenario.

Make-up Artist (Penata rias)
Melakukan penataan rias untuk para pelaku adegan, termasuk penataan rambut.

Wardrobe/Costume Designer
Merancang pakaian untuk para pelaku adegan, sesuai dengan setting cerita dalam skenario.

Music Arranger (Penata Musik)
Mendesain ilustrasi musik untuk film, dapat berasal dari ciptaan sendiri atau karya orang lain yang ditata ulang.

Editor
Melakukan pengeditan gambar, menyusunnya menjadi cerita yang utuh sesuai skenario, dan menambah elemen-elemen lain yang diperlukan, seperti sound dan musik ilustrasi, melakukan sentuhan-sentuhan artistik lain melalui grafis sehingga tercipta mood/style film tertentu.

Istilah Seputar Dunia Produksi Video

Acting :
Adegan/lakon yang diperankan oleh pemeran (aktor/aktris/talent) mengikuti skenario yang telah ditetapkan. Akting meliputi bahasa tubuh, ekspresi wajah dan dialog.

Agent (Agent Model) :
Seseorang yang bekerja mewakili kepentingan aktor/aktris dalam berhubungan dengan produser serta orang-orang lain dalam dunia produksi film. Agent ini amat berperan dalam mencarikan job serta membangun karir para artis.

Art Director (Penata Artistik) :
Pengarah artistik dari sebuah produksi, bertanggung jawab dalam penyediaan set lokasi shooting serta properti penunjang, sesuai tuntutan cerita dalam skenario.

Audio Mixing :
Proses pengaturan suara dari berbagai macam jenis input, menghasilkan unsur sound yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan cerita.

Angle :
Sudut pengambilan gambar, amat berpengaruh dalam penciptaan komunikasi yang diharapkan dari sebuah gambar sebagai bahasa visual. Low Angle yaitu pengambilan gambar dari bawah obyek, lazim digunakan untuk menampilkan keagungan/kewibawaan obyek. High angle ialah pengambilan gambar dari ketinggian, lazim digunakan untuk menampilkan ketidakberdayaan obyek. Close-up (CU) ialah pengambilan jarak dekat dimana obyek tampak dengan jelas (pada manusia, sebatas wajah hingga leher atau dada); Extreme Close Up (ECU) ialah pengambilan yang lebih dekat lagi sehingga layar dipenuhi oleh bagian dari wajah; Medium Shot (MS) ialah pengambilan dari jarak sedang, dimana manusia akan tampil keseluruhan bagian tubuhnya; Long Shot (LS) ialah pengambilan gambar dari jarak jauh dimana obyek akan terlihat bersama dengan lingkungan terdekatnya.

Angle juga berkaitan dengan pergerakan kamera berikut ini : Pan ialah pergerakan kamera secara horisontal ke kiri atau ke kanan; Tilt ialah pergerakan kamera secara vertikal ke atas atau ke bawah; Track/Dolly ialah pergerakan kamera yang sejajar mengikuti pergerakan obyek yang bergerak; Zoom In ialah perbesaran gambar (fungsi pada kamera video), Zoom Out ialah perkecilan gambar (fungsi pada kamera video).

Animator :
Pembuat animasi. Klip animasi biasanya dikerjakan secara khusus oleh seorang animator, lalu diserahkan kepada editor video untuk digabung dengan bagian gambar lainnya.

Audio Effect :
Efek suara. Sejumlah adegan memerlukan efek suara agar meningkatkan kesan visual. Misalnya pada adegan baku hantam dimana tidak terjadi perkelahian sesungguhnya, efek suara dibuat dan ditambahkan pada proses editing video untuk memperkuat kesan telah terjadinya perkelahian sesungguhnya.

Ambience :
Suara natural dari obyek gambar.

Background :
Gambar latar belakang.

Boom :
Mikrofon besar yang dipasang pada tiang portabel yang dipasang pada tempat terdekat yang mungkin, di sekitar pelaku adegan, agar dapat secara optimal menangkap dialog pemeran. Orang yang mengoperasikan boom ini disebut dengan Boom Man.

Breakaway :
Properti sekali pakai, misalnya gelas atau kertas, yang akan menjadi rusak dalam sekali pakai sesuai tuntutan cerita.

Breakdown :
Arti aslinya ialah perincian. Dapat merujuk ke rincian bujet produksi maupun aktualisasi pengeluaran biaya, atau dapat pula berarti rincian perencanaan adegan shooting.

Budget :
Anggaran pengeluaran keseluruhan dari produksi film. Bujet yang biasanya ditentukan sejak awal oleh produser ini akan amat menentukan bagaimana suatu rencana produksi video akan dieksekusi, menyangkut sewa alat, sumberdaya manusia, properti, dan sebagainya.

Blocking :
Area yang masuk dalam cakupan tangkapan kamera video. Para pemeran serta properti harus masuk dalam area blocking ini, dan sebaliknya area ini harus steril dari properti atau kru produksi.

Back Light :
Sumber cahaya utama yang berada di belakang obyek shooting dan menghadap ke kamera. Pada kebanyakan kasus, backlight ini merupakan kesalahan mendasar yang sering dilakukan oleh kameramen amatir sehingga obyek menjadi tak jelas (gelap). Pada kasus khusus, teknik ini digunakan misalnya untuk dengan sengaja menyamarkan identitas obyek.

Bumper :
Klip gambar biasanya berupa animasi yang berperan sebagai pembuka suatu acara televisi. Bumper in digunakan sebagai tanda suatu acara akan dimulai lagi setelah jeda iklan, sedangkan bumper out ialah penanda bahwa acara akan berhenti sejenak untuk jeda iklan.

Camera Department :
Bagian yang bertanggung jawab untuk menyediakan dan merawat semua peralatan kamera yang dibutuhkan untuk memproduksi film, serta proses-proses yang menyertainya.

Cameraman :
Orang yang bertugas mengoperasikan kamera film/video. Pada suatu produksi besar, cameraman ini terbagi menjadi sejumlah peran khusus yaitu Penata Fotografi (yang bertugas mengatur penempatan dan pergerakan kamera serta pencahayaan), Operator kamera yang langsung mengoperasikan kamera, serta sejumlah asisten untuk mengurus hal-hal lain seperti mengatur fokus kamera, dan sebagainya.

Camera Tracks :
Lintasan kamera, suatu alas datar berupa metal atau lembaran kayu tipis yang diletakkan di permukaan lantai sebagai tempat pergerakan kamera (yang dipasang pada sebuah alat beroda tertentu, disebut dolly). Lintasan ini berguna agar dihasilkan gerakan kamera yang lembut. Camera track dapat pula berbentuk lintasan rel panjang, sementara kamera terpasang pada suatu kamera dolly.

Casting :
Proses pencarian orang yang tepat untuk memerankan tokoh tertentu dalam cerita. Casting ini dipimpin oleh seorang juru casting atau casting director yang amat memahami karakter yang dibutuhkan oleh cerita. Rencana casting ini telah diumumkan sebelumnya kepada publik atau agent sehingga para artis/aktor dapat mempelajari skenario lalu mempersiapkan adegan yang akan ditampilkan sebagai unjuk kebolehan.

Clapper Boards :
Sepasang papan berengsel yang diketukkan sebagai tanda dimulainya shooting. Papan ini berisi sejumlah informasi antara lain titel produksi, nomor adegan (scene), produser, dan tanggal shooting adegan. Informasi pada papan ini dicatat oleh pencatat adegan yang kemudian akan memberi catatan tambahan tentang keberhasilan adegan yang di-shooting. Informasi ini juga terrekam oleh kamera video, yang kelak akan memudahkan proses editing video untuk memilih potongan gambar mana yang akan dipakai dan dirangkai dengan gambar lainnya.

Commercial :
Iklan. Video singkat yang umumnya berdurasi 60, 30, atau 15 detik yang dibuat khusus untuk mempromosikan suatu produk.

Costume Designer :
Orang yang merancang pakaian/kostum yang akan dipakai oleh para pemeran film.

Cue :
Tanda bagi aktor/aktris dalam film untuk memunculkan bagiannya dalam dialog atau tindakan. Isyarat ini dapat berupa tindakan aktor/aktris lainnya, bagian akhir dari sebuah dialog, tanda dari sutradara atau isyarat cahaya.

Cue Light :
Bola lampu kecil yang dapat dinyalakan atau dimatikan oleh sutradara atau asisten sutradara untuk memberi isyarat kepada para pemeran. Lampu ini diletakkan diluar jangkauan pandang kamera tetapi dalam jangkauan pandang pemeran.

Cut and Hold :
Perintah dari sutadara agar adegan diberhentikan namun para pemeran tetap berada dalam posisinya. Pada kasus ini, sutradara mungkin ingin memeriksa pencahayaan, posisi, atau adegan lain yang berkaitan.

Cut to Cut :
Peralihan gambar dari adegan satu ke adegan lainnya secara langsung tanpa pemakaian transisi.

Credit Title :
Penampilan nama-nama kru produksi serta para pendukung acara.

Chroma Key :
Sebuah teknik efek visual dimana adegan shooting dilakukan dengan latar belakang layar berwarna tertentu (biasanya hijau atau biru). Pada proses editing, warna layar yang digunakan ini menjadi key untuk dihilangkan (dijadikan transparan) untuk diisi dengan gambar background yang telah disiapkan untuk tujuan itu.

Cutting on Beat :
Teknik pemotongan dan penyusunan gambar pada saat editing video berdasarkan tempo sound yang digunakan. Teknik ini amat terasa efeknya misalnya pada videoklip musik yang bertempo cepat.

Clip Hanger :
Sebutan bagi adegan atau gambar yang akan mengundang rasa ingin tahu penonton tentang kelanjutan acara, namun harus ditunda karena harus tampilnya jeda iklan komersial.

Cut :
Pemotongan gambar

Crane :
Alat khusus yang dilengkapi dengan tiang, tuas dan katrol untuk tempat menggantung kamera sehingga kamera dapat digerakkan secara fleksibel dinamis termasuk perputaran penuh 360 derajat, menghasilkan angle yang unik, dinamis dan kadang dramatis. Alat ini dapat digerakkan oleh secara manual oleh operator melalui sebuah tuas, ada pula yang dilengkapi dengan remote control. Jimmy Jib ialah sebuah merk dagang yang terkenal alat crane semacam ini.

Clip On :
Mikrofon khusus berukuran kecil yang dapat diselipkan pada obyek sehingga tidak terlihat oleh pemirsa.

Depth of Focus :
Area tempat berbagai benda yang diletakkan dengan berbagai ukuran jarak di depan lensa akan tetap memperoleh fokus yang tajam.

Director :
Orang yang mengontrol tindakan dan dialog di depan kamera dan bertanggung jawab untuk merealisasikan apa yang dimaksud oleh naskah dan produser.

Documentary :
Film yang menyajikan cerita nyata, dilakukan pada lokasi yang sesungguhnya. Juga sebuah gaya dalam memfilmkan dengan efek realitas yang diciptakan dengan cara penggunaan kamera, sound, dan lokasi.

Dolly :
Kendaraan/alat beroda untuk membawa kamera dan operator kamera selama pengambilan gambar. Dolly biasanya dapat didorong dan diarahkan oleh satu orang yang disebut Dolly Grip.

Dubbing :
Perekaman suara manusia secara sinkron dengan gambar film. Suaranya mungkin atau mungkin tidak berasal dari aktor/aktris yang sesungguhnya serta bisa juga bahasa yang digunakan ketika film tersebut dibuat. Aktor/aktris menggunakan gambar dan soundtrack playback sebagai panduan untuk mensinkronkan gerakan bibir dalam gambar dengan perekaman suara terbaru. Umumnya digunakan untuk memperbaiki perekaman asli yang buruk., performa artistik yang tidak dapat diterima atau kemungkinan kesalahan dalam dialognya. Juga digunakan untuk perekaman lagu dan versi bahasa lain setelah proses pemfilman.

Depth of Field :
Area dimana seluruh obyek yang duterima oleh lensa dan kamera muncul dengan fokus yang tepat. Biasanya hal ini dipengaruhi oleh jarak antara obyek dan kamera, focal length dari lensa dan f-stop

Editing Departement :
Divisi dimana semua potongan film yang telah dihasilkan digabungkan sehingga membentuk urutan yang koheren, dengan bantuan kru lain termasuk sutradara atau produser.

Electric Departement :
Bertanggung jawab terhadap penjagaan dan penyediaan segala peralatan listrik selama proses produksi film, misalnya: lampu, kabel, mesin diesel. Electrician ialah anggota staf departemen ini.

Ext. :
Eksterior. Bagian manapun dari film yang direkam di luar ruangan; jalanan kota, stadium, gurun, hutan, atau puncak gunung, beberapa lokasi dapat dibuat ulang di sounstage studio namun tetap dinamakan eksterior dalam naskah.

Extreme Close Up :
Pengambilan gambar dari jarak amat dekat

Fade Out, Fade In :
Jenis transisi dari gambar kosong (blank) ke kemunculan gambar tertentu (fade in) atau dari gambar tertentu ke blank (fade out). Sering digunakan untuk menekankan berlalunya waktu atau akhir dari adegan atau cerita.

Fast Motion :
Melakukan pemfilman dengan kecepatan dibawah standar kemudian memproyeksikan dengan kecepatan standar untuk membuat tindakan terlihat lebih cepat dari normal. Efek ini sering digunakan untuk mempercepat tempo, menyesuaikan diri dengan sound yang dipakai.

Fifty-fifty :
Sudut pengambilan gambar ketika dua orang pemeran saling berhadapan sehingga berbagi lensa dengan adil. Juga disebut sebagai a two shot atau a two.

Fill Light :
Merupakan bagian dari teknis pencahayaan dasar “Three Point Lighting”, digunakan untuk meniadakan bayangan yang timbul akibat adanya key light.

First Run :
Pertama kali sebuah film dilepas ke bioskop untuk ditonton. Saat ini lebih dikenal dengan Gala Premiere.

Flare :
Efek visual yang timbul ketika suatu obyek memantulkan cahaya yang tidak diinginkan secara langsung kepada lensa kamera. Meski seringkali efek ini tidak diinginkan, namun pada sejumlah software editing video justru terdapat fitur untuk memunculkan simulasi flare ini untuk meningkatkan realitas visual.

Flashback :
Secara harfiah berarti kilas balik. Yaitu alur cerita yang mundur ke belakang mengisahkan kejadian lampau yang dapat menjelaskan latar belakang penyebab kondisi yang ada sekarang.

Focus :
Gambar secara detail dan tajam, dengan warna yang mendekati aslinya, yang diperoleh dengan setting lensa kamera agar memiliki nilai jarak fokus yang benar. Pada sejumlah kamera handycam, fokus ini bersifat otomatis hasil deteksi kamera. Sedangkan pada kamera yang memiliki setting manual fokus, gambar yang fokus diperoleh jika kameramen pandai mengatur setting fokus ini yang juga memerlukan kejelian mata. Atau kadang digunakan pengukuran jarak agar dapat melakukan setting fokus secara lebih akurat.

Fog Maker :
Menggunakan cairan khusus sehingga fog maker dapat memunculkan efek kabut, asap, efek kabur (blur), dan kelembaban. Dengan menggunakan cairan jenis lain maka dapat digunakan untuk menghilangkan kabur yang tidak diinginkan. Alat ini dapat berukuran kecil, mesin yang dapat digenggam atau mesin besar yang diletakkan di kereta.

Follow Focus :
Perubahan fokus kamera selama adegan untuk mempertahankan fokus pada pemeran yang bergerak mendekati atau menjahui kamera.

Follow Shots :
Pengambilan gambar dengan kamera bergerak memutar untuk mengikuti pergerakan pemeran dalam adegan.

Footage :
Gambar-gambar yang telah tersedia dan dapat digunakan.

Frame per Second (fps) :
Jumlah frekuensi penampilan frame gambar tiap detiknya. Video sebagai “gambar bergerak” sebenarnya hanya merupakan kesan/ilusi penglihatan mata, sebab pada kenyataannya video tersebut terdiri dari serangkaian gambar diam yang ditampilkan berurutan dalam durasi waktu yang sangat singkat. Pada video format PAL, satu detik video terdiri dari 25 gambar, disebut sebagai 25 fps (frame per second), sedangkan format NTSC memiliki 30 gambar, disebut sebagai 30 fps.

Freelancer :
Orang yang tidak terikat kontrak dengan produser atau perusahaan manapun.

Freeze :
Perintah bagi pemeran untuk menghentikan aksi namun mempertahankan posisinya. Dalam film yang aktor/aktris atau obyek lain muncul dengan tiba-tiba misalnya “pop in” pada layar maka aktor/aktris dalam adegan akan diminta untuk diam. Orang atau obyek kemudian ditempatkan di posisinya kemudian perintah untuk “action” diberikan dan adegan dilanjutkan. Dalam pemotongan film di bagian tengah dari masuknya aktor/aktris atau penempatan obyek akan dihilangkan.

Gobo :
Layar kayu yang dicat hitam. Digunakan untuk menghalangi cahaya dari sati atau lebih pencahayaan lampu studio, suatu set peralatan yang digunakan untuk mecegah jatuhnya cahaya yang tidak diinginkan ke lensa kamera atau area set. Biasanya diletakkan pada sanggahan yang dapat disesuaikan. Gobo tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran.

Hairdresser :
Spesialis penata rambut untuk film. Seorang hairdresser mungkin bekerja dengan penata rambut laki-laki maupun perempuan.

Hand Held :
Mengambil gambar dengan kamera ringan seperti handycam, jenis yang dapat ditahan oleh operator kamera dengan tangannya selagi mengambil gambar, berlawanan dengan meletakkannya pada gear head atau tripod. Memberikan fleksibilitas yang lebih. Teknik penggunaan kamera dengan tangan tanpa tripod

Hot Set :
Suatu set yang telah diisi barang dan dekor untuk syuting. Penggambaran ini biasanya mengindikasikan bahwa set tersebut tidak boleh dimasuki atau digunakan.

Hot Spot :
Area dalam set yang memiliki pencahayaan yang sangat terang.

Hunting Location :
Proses pencarian dan penggunaan lokasi yang tepat dan terbaik untuk syuting.

Idiot Cards :
Kartu besar tempat dialog dituliskan untuk aktor yang tidak dapat mengingat kalimatnya. Dapat juga berarti sebuah bagian mesin elektronik yang mahal disebut Tele-Prompter, dimana sebuah gulungan kertas ditempatkan di depan atau dekat dengan kamera dan dituliskan dialognya dengan huruf yang besar sehingga mudah untuk dibaca. Bisa juga disebut dengan Cue cards.

Independent :
Seseorang yang membuat film tanpa dipekerjakan oleh sebuah studio besar.

Insert Shot :
Suatu obyek biasanya yang dicetak seperti surat kabar atau sebuah jam, dan dimasukkan ke dalam rangkaian untuk menjelaskan tindakan.

Int. :
Interior. Bagian dari film yang diambil didalam ruangan. Interior dapat berupa set yang dibentuk di studio atau diluar studio. Lebih dikenal sekarang ini sebagai location interiors.

Iris :
bagian yang terbuka dari sebuah lensa atau bagian belakang yang mengatur masuknya cahaya kdalam film. ukuran Iris dapat dikontrol oleh operator kamera.

Jell :
Gelatin atau materi plastik berwarna yang digunakan di depan sebuah lampu untuk mengubah warna cahaya dari lampu tersebut. Bisa juga disebut dengan Gel.

Jumping Shot :
Proses pengambilan gambar secara tidak berurutan

Jimmy Jib :
Merek dagang, lihat Crane.

Key Light :
Cahaya utama yang digunakan untuk menerangi obyek shooting.

Light Meter :
Instrumen kecil dan dapat dipegang dengan tangan yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya.

Lining Up :
Membatasi adegan. Operator kamera atau sutradara mengatur penempatan kamera sehingga mencakup ruang pengelihatan yang diinginkan. Dapat juga berarti framing.

Limbo :
Melakukan pengambilan gambar pada area atau set yang tidak dapat dijelaskan sebagai suatu lokasi khusus. Dapat digunakan untuk adegan close-up, insert, dan lain sebagainya.

Lip-Sync :
Sesi perekaman saat seorang aktor/aktris menyesuaikan suaranya dengan gerakan bibir dari gambar.

Long Shot :
Gambar direkam dari jarak jauh. Biasanya digunakan dengan cara pengambilan gambar dari sudut panjang dan lebar.

Make-Up Departement :
bagian yang bertanggung jawab terhadap penampilan aktor/aktris agar sesuai dengan kebutuhan skenario pada saat syuting.

Match :
Menghasilkan ulang suatu tindakan yang dilakukan dalam adegan lain sehingga keduanya dapat dipotong sehingga menghasilkan posisi yg dapat disesuaikan.

Matching Directions :
Penyesuaian adegan dalam film seperi masuk dari kiri ke kanan sehingga orang atau alat transportasi dalam film tidak memiliki arah yang terbalik ketika pengambilan gambar lain dimasukkan.

Measuring Tape :
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur jarak dari lensa ke subyek dengan tujuan untuk menentukan fokus secara tepat.

Microphone Shadow :
Munculnya bayangan dari mikrofon pada bagian set yang masuk pada area pandang kamera. Bila muncul pada gambar maka it’s a no-no (gambar tidak terpakai)

Mock-Up :
Tiruan suatu benda yang dibuat seperti asli tapi hanya berupa bagian tertentu saja menurut kebutuhan.

M.O.S. :
Porsi gambar dari sebuah adegan yang diambil tanpa merekam suaranya. Inisial ini awalnya muncul dari sutradara Eropa yang tidak dapat mengucapkan WS dan mengatakan Mit Out Sound.

Moving Shot :
Teknik pengambilan gambar dari obyek yang bergerak.

Music Departement :
Bertanggungjawab dalam pengaturan atau menyediakan musik yang akan digunakan dalam film.

Master Control :
Perangkat teknis utama penyiaran untuk mengontrol proses distribusi audio dan video dari berbagai input pada suatu produksi acara.

Medium Shot :
Gambar diambil dari jarak sedang.

N.G. :
No Good (tidak bagus). Istilah ini dipakai sebagai catatan atau komentar terhadap pengambilan gambar yang tidak bagus pada laporan kamera dan suara, misalnya N.G. Sound, N.G. Action

NTSC (National Television Standards Committee)
Sistem reproduksi sinyal televisi yang lazim digunakan di Amerika Serikat dan negara-negara lain. Sistem NTSC terdiri dari 525 garis scanning dengan frekuensi penciptaan gambar 30 fps (frame per secod).

O.S. :
Off Screen (tidak tampak pada layar)

Opening Scene :
Adegan yang dirancang khusus untuk membuka acara atau cerita. Adegan ini harus dikemas secara kreatif untuk mengundang kepenasaran penonton agar melihat keseluruhan tayangan.

PAL (Phase Alternation by Line) :
Sistem reproduksi sinyal televisi yang lazim digunakan di Eropa dan negara-negara lain termasuk Indonesia. Sistem PAL terdiri dari 625 garis scanning dengan frekuensi penciptaan gambar 25 fps (frame per secod).

Plot :
Alur cerita dalam sebuah naskah skenario.

P.O.V. :
Point of View, yaitu sudut pandang penceritaan. Istilah yang kerap digunakan dalam skenario.

Producer :
Sebutan bagi orang yang memproduksi film meski tak harus berarti membiayai produksi atau menanamkan investasi dalam produksi tersebut. Tugas produser adalah memimpin seluruh tim produksi agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama, baik dalam aspek kreatif maupun manajemen produksi dengan anggaran yang telah disepakati.

Production Unit :
Unit produksi yang terdiri dari sutradara, kru kamera, kru tata suara, bagian listrik dan semua orang yang terlibat dalam suatu produksi.

Panning :
Pergerakan kamera secara horisontal (ke kiri atau ke kanan) untuk memperluas liputan obyek.

Rain Cluster :
Perangkat khusus yang digunakan untuk menciptakan simulasi efek hujan. Sebagai alternatif ialah pemakaian mobil pemadam kebakaran.

Reflector :
Alat yang berfungsi untuk memantulkan cahaya, yang selain berfungsi untuk mengoptimalkan cahaya yang ada (baik sinar matahari pada shooting outdoor atau cahaya lampu pada shooting indoor), juga untuk memendarkan cahaya agar lebih soft. Bisa terbuat dari bahan apa saja asal memiliki pantulan cahaya yang optimal (jadi harus berwarna putih/terang), misalnya berupa lembaran alumunium foil yang ditempelkan pada lembaran busa/stereoform yang tebal.

Remake :
Produksi suatu film yang sebelumnya pernah diproduksi. Film remaking dibuat dengan penyesuaian konteks cerita terhadap keadaan jaman terkini dimana peradaban dunia sedang berubah dengan amat cepatnya. Misalnya, kisah cinta klasik Romeo dan Juliet akan difilmkan dengan konteks keadaan terkini dimana komunikasi bisa dilakukan dengan berbagai cara yang tidak terdapat pada jaman dulu.

Re-Run :
Memutar ulang suatu film atau program acara televisi.

Resolution :
Kemampuan lensa atau film untuk menangkap serta menunjukkan detail obyek.

Re-Take :
Pengulangan adegan dalam shooting, bisa disebabkan oleh kegagalan akting, dialog, pencahayaan, ketidaksiapan kru, dsb.

Reverse Angle :
Sudut pengambilan gambar : arah angle yang sebaliknya dari angle gambar yang telah diambil.

Roll :
Perintah yang biasanya diberikan ketika kru produksi telah siap di posnya masing-masing sehingga adegan tertentu siap dilaksanakan.

Running Shot :
Pergerakan kamera secara dinamis untuk menyesuaikan diri dengan gerakan pemeran di lokasi shooting.

Rundown :
Alur cerita dari program acara yang dibatasi oleh durasi, segmentasi, dan bahasa naskah.

Scouting :
Mencari lokasi untuk produksi. Dapat juga berarti mencari calon pemeran yang berbakat (talent scouting).

Screen Play :
Naskah yang sudah lengkap dan siap menjadi panduan dilaksanakannya produksi film.

Screen Test :
Kesempatan ujicoba bagi pemeran untuk memperlihatkan kemampuannya, sudah lengkap dengan penggunaan kostum, make up dan set properti.

Script Clerk :
Petugas yang bertanggungjawab mencatat sejumlah hal dari pengambilan gambar seperti durasi, akting, properti, pencahayaan dan keberhasilan adegan. Catatan ini kelak akan digunakan oleh editor saat editing video untuk menentukan mana potongan gambar yang akan diambil dan dirangkai dengan gambar lain, dan mana potongan gambar yang harus dibuang.

Sequence :
Rangkaian adegan.

Soft Focus :
Pengambilan gambar dengan lensa yang di-set agak out of focus sehingga subyek tampak agak blur.

Soft Light :
Pencahayaan lembut yang memungkinkan tiadanya bayangan dan berpendarnya cahaya secara merata dan menyeluruh.

Still man, Photographer :
Pengambil gambar foto yang bertanggungjawab atas publikasi dan pembuatan foto di lokasi. Foto ini dapat berfungsi sebagai dokumentasi behind the scene, dokumentasi proyek, maupun keperluan promosi.

Story Board :
Gambar ilustrasi adegan. Merupakan salahsatu bentuk upaya sutradara menerjemahkan bahasa tulisan skenario ke dalam bahasa gambar dan untuk memudahkan kegiatan shooting itu sendiri dengan dijelaskannya posisi, adegan, dialog, serta pekerjaan-pekerjaan lainnya. Gambar ilustrasi ini dirancang oleh sutradara bekerjasama dengan kru lain (misalnya penata fotografi), dan dilakukan oleh seorang juru gambar yang disebut storyboard artist. Sketsa yang menggambarkan adegan dalam film. Digunakan untuk mempemudah pengambilan gambar.

Sunshade (Lens Shade) :
Kotak persegi panjang yang dipasangkan di bagian depan lensa kamera untuk membatasi masuknya cahaya secara langsung ke dalam lensa.

Superimposure :
Penempatan sebuah layer video/grafis diatas layer lainnya, misalnya layer title atau subtitle (terjemahan bahasa) yang diletakkan di atas gambar film.

Swish Pan :
Jenis panning (pergerakan kamera horisontal ke kiri atau ke kanan) yang cepat yang memunculkan kesan gerakan mata yang menoleh ke samping dengan cepat.

Simply Shot :
Gambar yang diambil dari sudut mudah, biasanya untuk adegan pengisi yang kurang penting.

Script Format :
Format penulisan naskah skenario. Format ini bisa fleksibel tergantung tingkat kerumitan produksi video itu sendiri.

Script Marking :
Pemberian tanda pada naskah skenario untuk menjadi catatan bagi para kru produksi yang terlibat.

Stock Shot :
Persediaan gambar hasil shooting yang dapat dipilih pada saat proses editing.

Suspense :
Adegan drama yang menegangkan. Juga merupakan salahsatu genre (jenis) dari film.

Steady Shot :
Gambar sempurna dan tidak terlalu banyak bergerak dan dapat dinikmati dengan posisi diam.

Slow Motion :
Pergerakan gambar yang diperlambat, suatu proses yang dikerjakan saat editing video. Pada produk home video seperti wedding video, teknik ini kerap digunakan untuk pada gambar-gambar yang berisi momen bahagia dengan iringan lagu cinta yang bertempo lambat. Slow motion juga kerap digunakan secara “terpaksa” yaitu jika pada proses editing video ternyata ditemukan gambar yang rusak sedemikian rupa padahal informasi yang tertangkap oleh audio-nya penting, sehingga klip video dibuat slow motion untuk menyesuaikan diri dengan durasi audio-nya.

Tag Line :
Semboyan atau motto suatu film yang dapat merangsang imajinasi calon pemirsa tentang apa yang akan disuguhkan dalam film tersebut.

Teaser :
Cuplikan adegan-adegan menarik yang mewakili keseluruhan cerita, digunakan di televisi untuk menarik perhatian pemirsa.

Tilt :
Pergerakan kamera naik turun (vertikal)

Tone Track :
Sound asli yang diperoleh dari lokasi shooting tertentu yang seringkali tidak disadari namun dapat meningkatkan realitas hasil shooting. Misalnya pada wedding video, suara hiruk pikuk (crowded) merupakan suara yang khas terjadi pada acara resepsi, dan sebaiknya tidak dihilangkan seluruhnya pada proses editing video.

Top Lighting :
Teknik pencahayaan. Sumber cahaya berada di atas subyek sehingga turun menyinari. Sebagai kebalikannya ialah Down Lighting yang umumnya dipakai untuk kemunculan makhluk misteri dalam suatu adegan horror.

Treatment :
Rencana sutradara untuk menerjemahkan skenario dengan menyusun adegan, dialog dan prosedur kerja kru produksi di lokasi shooting.

Triangle :
Alat penahan kaki tripod agar tetap stabil meskipun diletakkan di permukaan yang licin.

Two/Three Shot :
Sudut pengambilan gambar. Yaitu layar kamera berisi dua/tiga obyek yang sedang berperan.

Viewfinder :
Instrumen optik yang yang memungkinkan operator kamera untuk mengikuti aksi para pemeran saat kamera sedang diaktifkan.

VTR :
Video Tape Recording. Alat pendukung produksi.

Very Long Shot (VLS) :
Jenis sudut pengambilan gambar. Gambar diambil dari jarak yang sangat jauh untuk maksud khusus, misalnya menjelaskan keterkaitan obyek shooting dengan lingkungannya.

Voice Over :
Suara tambahan atau alih suara yang dilakukan pada proses editing, untuk mendukung isi cerita.

Wardrobe Departement :
Bagian yang bertanggungjawab atas pemilihan pakaian yang akan dipergunakan untuk shooting.

White Balance :
Prosedur untuk men-setting lensa kamera agar dapat menangkap warna detil obyek secara akurat, biasanya dengan menghadapkan kamera ke suatu obyek berwarna putih selama beberapa saat.

Wind Machine :
Blower (kipas angin besar) yang digunakan untuk menciptakan efek angin.

Wrap :
Aba-aba untuk seluruh kru produksi bahwa sesi shooting telah selesai.

Efek Visual

Efek visual digunakan untuk memanipulasi adegan yang sulit diperankan dalam kondisi nyata, baik karena resiko keselamatan, faktor biaya, dsb. Beberapa fitur visual effect sederhana seperti Chroma Keying juga dimiliki oleh software editing video kategori profesional seperti Premiere Pro, sementara pembuatan efek yang lebih canggih biasanya melibatkan animasi 3D dan software compositing seperti After Effect.

Visual efek (seringkali ditulis dengan visual f/x atau VFX) ialah serangkaian proses pembuatan gambar yang menyertakan proses manipulasi tertentu di luar adegan pengambilan gambar syuting asli. Visual efek merupakan perpaduan dari gambar syuting asli dengan obyek rekayasa komputer serta obyek lainnya untuk menciptakan adegan yang realistis sesuai dengan tuntutan skenario. Hal ini dilakukan misalnya karena adegan tersebut berbahaya untuk diperankan secara sesungguhnya oleh para pemeran, atau berbiaya tinggi, atau bahkan mustahil untuk divisualkan secara nyata. Penggunaan visual efek terus meningkat pada produksi film komersial, dan semakin mungkin dapat dilakukan oleh para pembuat film amatir sehubungan dengan makin banyaknya pilihan software animasi dan compositing yang tersedia di pasaran.

Visual efek dibuat untuk menguatkan cerita yang dibangun, dan hendaknya “tidak dipaksakan” yaitu dengan menampilkan efek yang kurang sesuai dengan style cerita. Meskipun kebanyakan visual efek diselesaikan pada proses paska produksi, namun harus telah direncanakan dengan matang sebelumnya mulai dari tahap pra produksi dan produksi. Seorang supervisor visual efek biasanya terlibat sejak awal produksi dan terus terlibat dalam keseluruhan proses termasuk dengan sutradara untuk mencapai hasil akhir yang dikehendaki.

Visual efek setidaknya terbagi menjadi 4 kategori, yaitu model, matte painting, live action dan digital animasi. Sejumlah komponen gambar (footage) dari berbagai kategori tersebut digabung dalam suatu proses yang disebut dengan compositing untuk mencapai efek gambar yang diharapkan

Previous Older Entries